Menara Babel - Apa Sebenarnya Itu?

  • Bagikan Ini
Stephen Reese

    Menara Babel adalah mitos asal-usul Yahudi dan Kristen yang berusaha menjelaskan keanekaragaman bahasa di bumi. Narasi ini ditemukan dalam Kejadian 11:1-9. Hal ini menempatkan kisah ini secara kronologis setelah air bah besar dan sebelum Abraham bertemu dengan Tuhan.

    Beberapa sarjana mengabaikannya sebagai tidak otentik, berdasarkan argumen bahwa itu tidak sinkron dengan ayat-ayat yang mendahuluinya. Namun, ini tidak perlu, karena cerita ini juga dapat dibaca sebagai penjelasan untuk ringkasan penyebaran orang-orang pasca banjir di seluruh bumi.

    Asal-usul Mitos Menara Babel

    Kesan para seniman tentang Menara Babel

    Frasa "Menara Babel" tidak muncul dalam kisah Alkitab. Sebaliknya, menara itu sedang dalam proses pembangunan di tengah-tengah kota baru yang juga sedang dibangun. Baru setelah Tuhan mengacaukan bahasa-bahasa itu, kota itu disebut Babel, yang berarti bingung atau bercampur.

    Ada bukti tekstual, arkeologis, dan teologis bahwa kota Babel dalam kisah ini adalah satu dan sama dengan kota Babel, yang memainkan peran penting dalam sejarah bangsa Ibrani.

    Bukti tekstual untuk Babel yang identik dengan Babel ditemukan dalam pasal 10 ayat 9-11. Ketika penulis memberikan silsilah anak-anak Nuh dan bagaimana keturunan mereka menjadi ayah dari bangsa-bangsa, ia sampai pada seorang pria bernama Nimrod. Nimrod digambarkan sebagai yang pertama "menjadi orang perkasa". Hal ini tampaknya berarti bahwa ia adalah pemimpin dan penguasa yang hebat.

    Wilayah kerajaannya cukup luas, dan dia bertanggung jawab atas pembangunan beberapa kota kuno yang menonjol, termasuk Niniwe dan Babel. Babel ditempatkan di dalam tanah yang disebut Sinear, yang menempatkan kota itu di lokasi yang sama dengan Babel.

    Bukti Arkeologi untuk Menara Babel

    Ziggurat - inspirasi untuk Menara Babel

    Sementara menara mengambil banyak bentuk dan wujud dalam sejarah seni, para arkeolog mengidentifikasikannya dengan ziggurat yang umum di bagian dunia kuno ini.

    Ziggurat adalah struktur berbentuk piramida berundak yang penting untuk pemujaan dewa-dewa dalam budaya Mesopotamia kuno Keberadaan struktur seperti itu di Babilon dibuktikan oleh banyak catatan sejarah.

    Dikenal sebagai Etemenanki, ziggurat ini didedikasikan untuk Dewa Marduk Etemananki sudah cukup tua untuk dibangun kembali oleh Raja Nebukadnezir II, dan masih berdiri, meskipun telah jatuh ke dalam kerusakan, pada saat penaklukan Alexander. Situs arkeologi Etemenanki terletak sekitar 80 mil di luar Baghdad, Irak.

    Seperti kisah air bah, kisah menara babel memiliki kemiripan dengan mitos-mitos yang ditemukan di antara budaya kuno lainnya.

    • Dalam bahasa Yunani dan kemudian Mitologi Romawi Para dewa bertempur dengan raksasa untuk memperebutkan supremasi. Para raksasa berusaha untuk mencapai para dewa dengan menumpuk gunung-gunung. Upaya mereka dibatalkan oleh petir Jupiter.
    • Ada sebuah kisah Sumeria tentang raja Enmerkar yang membangun sebuah ziggurat yang sangat besar dan pada saat yang sama berdoa untuk menyatukan kembali orang-orang di bawah satu bahasa.
    • Beberapa kisah yang mirip dengan Babel ada di antara budaya-budaya di Amerika. Salah satunya berpusat di sekitar pembangunan Piramida Besar di Cholula, piramida terbesar di dunia baru. Kisahnya diceritakan bahwa piramida itu juga dibangun oleh para raksasa tetapi dihancurkan oleh para dewa.
    • Toltec, pendahulu Aztec juga memiliki mitos yang sama seperti halnya suku Cherokee.
    • Kisah-kisah serupa juga telah ditelusuri ke Nepal.
    • David Livingston membuktikan hal serupa di antara suku-suku yang ditemuinya di Botswana.

    Meskipun Islam memiliki banyak kesamaan dengan sesama Agama-agama Ibrahim Dalam agama Yahudi dan Kristen, Al Qur'an tidak memuat kisah tentang Babel, namun, Al Qur'an menceritakan kisah yang agak terkait.

    Menurut Surat 28:38, pada masa Musa, Firaun meminta kepada penasihat utamanya, Haman, agar dibangunkan sebuah menara ke langit, agar dia bisa naik ke atas kepada Tuhan Musa, karena "sejauh yang saya ketahui, saya pikir Musa adalah seorang pembohong".

    Pentingnya Teologis Menara Babel

    Ada beberapa implikasi penting dari Menara Babel bagi teologi Yahudi dan Kristen.

    Pertama, hal itu memperkuat kembali mitos penciptaan dan asal mula dunia. Seperti halnya penciptaan alam semesta, bumi, dan semua bentuk kehidupannya, bersama dengan adanya dosa dan kematian, banyaknya budaya, manusia, dan bahasa di bumi adalah karena tindakan yang disengaja oleh Tuhan. Tidak ada kecelakaan. Segala sesuatu tidak terjadi begitu saja secara alami, dan itu bukan konsekuensi yang tidak diinginkan dari pertempuran kosmik.Tuhan Yang Esa mengendalikan semua yang terjadi di bumi.

    Tidak mengherankan jika kemudian ada beberapa gema Taman Eden dalam narasi ini. Sekali lagi Tuhan turun meskipun ada upaya manusia untuk menjangkau-Nya. Dia berjalan di bumi dan melihat apa yang sedang dilakukan.

    Kisah ini juga cocok dengan busur narasi yang berulang dalam kitab Kejadian yang bergerak dari satu orang ke beberapa orang dan kemudian berfokus kembali ke satu orang lagi. Pandangan sepintas dari konsep ini adalah sebagai berikut:

    Adam berbuah dan berkembang biak untuk mengisi bumi. Kemudian air bah yang disebabkan oleh dosa memindahkan umat manusia kembali ke satu orang saleh, Nuh. Ketiga putranya menghuni kembali bumi, sampai orang-orang kembali tercerai-berai di Babel karena dosa mereka. Dari sana, narasi berfokus pada satu orang saleh, Abraham, yang darinya akan datang keturunan "sebanyak bintang-bintang".

    Pelajaran teologis dan moral dari Menara Babel dapat diceritakan kembali dengan berbagai cara, tetapi secara umum hal itu dipandang sebagai konsekuensi dari kesombongan manusia.

    Simbolisme Menara Babel

    Setelah air bah, manusia berkesempatan untuk membangun kembali, meskipun sejak awal sudah jelas bahwa dosa tidak dihapuskan oleh air (Nuh mabuk dan putranya Ham dikutuk karena melihat ayahnya telanjang).

    Namun, orang-orang berkembang biak dan membangun masyarakat baru dengan penemuan batu bata tanah liat yang dibakar. Namun, mereka dengan cepat berpaling dari penyembahan dan penghormatan kepada Tuhan, dan menukarnya dengan peninggian diri sendiri, membuat nama untuk diri mereka sendiri.

    Berusaha mencapai surga dengan menara adalah lambang dari keinginan mereka untuk mengambil tempat Tuhan dan melayani keinginan mereka sendiri daripada melayani Pencipta mereka. Untuk mencegah hal ini terjadi, Tuhan mengacaukan bahasa mereka sehingga mereka tidak bisa lagi bekerja sama dan harus berpisah.

    Salah satu di antaranya adalah bahwa alasan Tuhan menyebabkan kebingungan dalam bahasa adalah karena Dia tidak bermaksud agar mereka tetap bersama. Dengan membangun masyarakat yang bersatu ini, mereka gagal memenuhi perintah untuk beranak cucu, bertambah banyak, dan memenuhi bumi. Ini adalah cara Tuhan untuk memaksa mereka melakukan tugas yang diberikan kepada mereka.

    Secara Singkat

    Kisah Menara Babel masih bergaung dalam budaya saat ini, dan muncul dari waktu ke waktu di televisi, film, dan bahkan video game. Biasanya, menara ini mewakili kekuatan jahat.

    Meskipun dianggap oleh sebagian besar sarjana sebagai mitos murni, namun ada beberapa ajaran penting untuk memahami pandangan Yudeo-Kristen tentang dunia dan karakter Tuhan. Dia tidak jauh atau tidak tertarik pada aktivitas manusia. Dia bertindak di dunia sesuai dengan rancangan-Nya dan untuk mewujudkan tujuan-Nya dengan bertindak dalam kehidupan manusia.

    Stephen Reese adalah seorang sejarawan yang berspesialisasi dalam simbol dan mitologi. Dia telah menulis beberapa buku tentang subjek tersebut, dan karyanya telah diterbitkan di jurnal dan majalah di seluruh dunia. Lahir dan besar di London, Stephen selalu menyukai sejarah. Sebagai seorang anak, dia akan menghabiskan waktu berjam-jam mempelajari teks-teks kuno dan menjelajahi reruntuhan tua. Ini membawanya untuk mengejar karir dalam penelitian sejarah. Ketertarikan Stephen pada simbol dan mitologi berasal dari keyakinannya bahwa itu adalah dasar dari budaya manusia. Ia percaya bahwa dengan memahami mitos dan legenda tersebut, kita dapat lebih memahami diri kita sendiri dan dunia kita.